Jumat, 02 Februari 2018

    Cuaca Tak Mendukung, Perajin Batu Bata Stop Produksi



    KRJOGJA.com - Puluhan perajin batu bata merah Kelurahan Lalung, Karanganyar Kota berhenti membuat material bangunan itu selama musim penghujan. Mereka hanya menjual batu bata sisa produksi pada musim kemarau lalu.  
    "Beberapa tetangga sudah kehabisan barang. Yang ada saat ini, tidak banyak. Saya sendiri hanya menjual hasil produksi kemarau kemarin," kata Marsi (45), juragan batu bata asal Rt 02/Rw III Dusun Kepuh, Lalung kepada KRJOGJA.com, Senin (29/1/2018).  
    Batu bata yang dijualnya sekarang merupakan hasil produksi Agustus-Oktober tahun lalu. Biasanya selama musim kemarau, perajin memproduksi sebanyak-banyaknya sebelum musim penghujan tiba. Selama tiga bulan itu, ia dan suaminya Sutardi (50) menghasilkan hingga 10 ribu buah batu bata merah.
    "Mulai pertengahan Januari ini, stoknya kemarin dibakar. Setelah siap baru dijual. Per seribu buah dijual Rp 500 ribu-Rp 600 ribu. Itu harganya enggak naik, masih standar," katanya.
    Wanita yang sudah puluhan tahun berbisnis batu bata merah ini mengatakan, para perajin biasanya memiliki sumber penghasilan lain yang diandalkan selama berhenti produksi. Misalnya bercocok tanam, beternak dan menjadi buruh bangunan.
    "Bagi mereka yang memiliki ladang, tentu langsung bercocok tanam. Terutama di sawah tadah hujan. Memasuki musim kemarau, membuat batu bata merah lagi," katanya.
    Wagiyem, perajin lainnya mengatakan tak bisa menaikkan harga jual batu bata merahnya meski jumlah barang terbatas. Sebab, persaingan pasar antarperajin tergolong ketat. Agar langganan tak beralih ke lainnya, ia harus memastikan batu bata merahnya berkualitas.
    "Disortir dulu yang benar-benar kering dan terbakar merata. Kalau enggak bagus, nanti bisa dikomplain. Bangunannya bisa roboh. Saya enggak mau ambil risiko jualan barang lapuk," kata wanita ini sambil menunjukkan sampel batu bata siap jual ukuran panjang 12 sentimeter, lebar 3 sentimeter dan tebal 6 sentimeter.
    Mengenai bahan baku, ia mengatakannya tak terkendala. Pemasok tanah liat menjualnya Rp 500 ribu per rit ukuran mobil bak terbuka. Bahan baku itu habis untuk 1.000 buah batu bata. Dijelaskannya, produksi batu bata merah membutuhkan proses panjang sebelum siap dijual. Setelah tanah liat dicetak, kemudian didiamkan cukup lama di tempat kering. Lalu membakarnya supaya keras.
    "Hujan seperti ini, saya bolak-balik menutup stok yang tersisa dengan terpal plastik agar enggak kehujanan. Kalau terang, plastiknya dibuka lagi," katanya.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar